Kamis, 26 September 2013

Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
  Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut ( ºC)
              R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)   
              E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
             A = Faktor tumbukan (t-1)
             k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.
Latar Belakang
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono alkil ester dari rantai panjang asam lemak yang dipakai sebagai alternative bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui sepetri minyak nabati atau lemak hewan.
Biodiesel merupakan bahan bakar dari proses transesterifikasi lipid untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang lemak bebas. Setelah melewati proses ini tidak seperti minyak nabati langsung biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel dari minyak bumi dan dapat menggantikan mingak bumi dalam banyak kasus. Namun biodiesel lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum.
Bahan bakar nabati bioetanol dan biodiesel merupakan dua kandidat kuat pengganti bensin dan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar mesin Diesel. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan dan implementasi dua macam bahan bakar tersebut, bukan hanya untuk menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa namun juga sebagai salah satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu pada kali ini kami akan mencoba untuk menbuat minyak biodiesel dari minyak goreng murni sehingga nantinya diharapkan mahasiswa dapat membuat biodiesel ataupun memahami prinsip kerjanya untuk dapat diimplementasikan dikehidupan nantinya.
1.2. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada praktikum kali ini adalah hanya sampai pada proses pembuatan biodiesel dari minyak goreng murni dan tidak sampai pada uji kualitas dari biodiesel itu sendiri.
1.3. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini anta lain :
1)      Mahasiswa dapat mempelajari proses pembuatan biodiesel
2)      Mahasiswa dapat mempelajari pengaruh temperature dan waktu transesterifikasi terhadap rendemen
3)      Mahasiswa dapat mempelajari pengaruh katalis pada pembuatan biodiesel

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Sejarah Biodiesel 
Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia II sebagai bahan bakar kenderaan berat. Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau straight vegetable oil (SVO). 
SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan pada Castor Oil). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (atau kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang. 
Pemanasan bahan bakar sebelum memasuki sistem pompa dan injeksi bahan bakar merupakan satu solusi yang paling dominan untuk mengatasi permasalahan yang mungkin timbul pada penggunaan SVO secara langsung pada mesin diesel. Pada umumnya, orang lebih memilih untuk melakukan proses kimiawi pada minyak mentah atau refined fatty oil/SVO untuk menghasilkan metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester - FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah [tri, di, mono] gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak methil ester (FAME).
Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel (Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan. Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh kompressi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan oxygen didalam suatu mesin motor, pada suatu kondisi tertentu. Konsepnya adalah bila suatu bahan bakar dicampur dengan oxygen (dari udara) maka pada suhu dan tekanan tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan menimbulkan tenaga atau panas. Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka minyak untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari minyak bumi. Hal ini menjadi inpirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain motor diesel dengan spesifikasi minyak diesel.
Bahan bakar nabati bioetanol dan biodiesel merupakan dua kandidat kuat pengganti bensin dan solar yang selama ini digunakan sebagai bahan bakar mesin Diesel. Pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan dan implementasi dua macam bahan bakar tersebut, bukan hanya untuk menanggulangi krisis energi yang mendera bangsa namun juga sebagai salah satu solusi kebangkitan ekonomi masyarakat
2.2  Keuntungan Biodiesel
Keuntungan lain dari biodiesel antara lain :
1.      Termasuk bahan bakar yang dapat diperbaharui.
2.      Tidak memerlukan modifikasi mesin diesel yang telah ada.
3.      Tidak memperparah efek rumah kaca karena siklus karbon yang terlibat pendek.
4.      Kandungan energi yang hampir sama dengan kandungan energi petroleum diesel.
5.      Penggunaan biodiesel dapat memperpanjang usia mesin diesel karena memberikan  lubrikasi lebih daripada bahan bakar petroleum.
6.      Memiliki flash point yang tinggi, yaitu sekitar 200OC, sedangkan bahan bakar petroleum diesel flash pointnya hanya 70 OC.
7.       Bilangan setana (cetane number) yang lebih tinggi daripada petroleum diesel
Biodiesel tergolong bahan bakar yang dapat diperbaharui karena diproduksi dari hasil pertanian, antara lain : jarak pagar, kelapa, sawit, kedele, jagung, rape seed, kapas, kacang tanah. Selain itu biodiesel juga bisa dihasilkan dari lemak hewan dan minyak ikan.  Penggunaan biodiesel cukup sederhana, dapat terurai (biodegradable), tidak beracun dan pada dasarnya bebas kandungan belerang (sulfur).
2.3 Perkembangan Biodiesel
  Peningkatan kebutuhan energi (BBM) yang sangat tinggi dewasa ini mendorong industri-industri pengeboran dan pengolahan minyak untuk meningkatkan produksi mereka. Peningkatan  ini akan terus terjadi setiap tahunnya seiring dengan pengembangan teknologi yang semakin maju dan jumlah penduduk yang semakin meningkat. Sayangnya, BBM yang tetap menjadi tumpuan pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan energi tak-terbarukan. Hal ini berdampak besar bagi ketersediaan energi tersebut di masa depan. Oleh karena itu, penelitian mengenai energi alternatif yang terbarukan serta penerapannya berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini.
Biodiesel adalah suatu energi alternatif yang telah dikembangkan secara luas untuk mengurangi ketergantungan kepada BBM. Biodiesel merupakan bahan bakar berupa metil ester asam lemak yang dihasilkan dari proses kimia antara minyak nabati dan alkohol. Sebagai bahan bakar, biodiesel mampu mengurangi emisi hidrokarbon tak terbakar, karbon monoksida, sulfat, hidrokarbon polisiklik aromatik, nitrat hidrokarbon polisiklik aromatik dan partikel padatan sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang disukai disebabkan oleh sifatnya yang ramah lingkungan. Di beberapa negara, biodiesel telah diproduksi dan dikonsumsi dalam jumlah banyak. Pada tahun 2008 produksi biodiesel Amerika Serikat mencapai 700 juta gallon. Sebagian besar bahan baku yang digunakan dalam produksi biodiesel di negara-negara tersebut adalah minyak kedelai, minyak kanola, minyak kelapa sawit, dan minyak biji bunga matahari. Namun, penggunaan bahan baku tersebut menjadi kendala baru bagi pemenuhan kebutuhan pangan. Selain itu, minyak jarak yang telah dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut secara ekonomi belum layak untuk dikembangkan lebih lanjut dalam skala besar disebabkan oleh diskontinuitas suplai. Oleh karena itu, pencarian bahan baku baru untuk biodiesel sangat  diperlukan.
2.4   Pembuatan Biodiesel
 Biodiesel dapat berupa metil ester ataupun etil ester tergantung dari jenis alkohol yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena metanol mudah didapat dan  tidak mahal. 
 Reaksi kimia yang terjadi pada pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut :
           
                       +  3CH2OH                                    3RCOCH3
trigliserida    alkohol                                                 biodiesel                    gliserol                                                      
Kondisi proses produksi biodiesel dengan menggunakan katalis basa adalah :
1.      Reaksi berlangsung pada temperatur dan tekanan yang rendah (150°F dan 20 psi).
2.      Menghasilkan konversi yang tinggi (98%) dengan waktu reaksi dan terjadinya reaksi samping yang minimal.
3.      Konversi langsung menjadi biodiesel tanpa tahap intermediate.
4.      Tidak memerlukan konstruksi peralatan yang mahal.
Secara umum, pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut :
Katalis dan stearin dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian dialirkan metanol hasil destilasi ke bagian bawah reaktor. Katalis yang umum digunakan adalah natrium hidroksida (kaustik soda). Campuran bereaksi pada temperatur 150°F selama 1 sampai 8 jam dengan pengadukan yang kuat. Katalis yang ditambahkan harus cukup untuk mengkatalis reaksi dan juga bereaksi dengan asam lemak bebas. Jika kandungan asam lemak bebas terlalu tinggi (lebih dari 0,5 % - 1 %), atau jika terdapat air dalam reaksi, sabun akan terbentuk dengan terlebih dahulu membentuk emulsi dengan metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak dapat terjadi. Karena itu minyak yang digunakan harus diolah sedemikian rupa untuk membuang asam lemak bebas dan semua laju umpan masuk dijaga agar bebas air.
Biasanya dalam pembuatan biodiesel digunakan metanol berlebih supaya minyak ataupun lemak yang digunakan terkonversi secara total membentuk ester. Kelebihan metanol dapat dipisahkan dengan proses destilasi. Metanol yang diperoleh kembali ini dapat digunakan lagi untuk proses pembuatan biodiesel. Selanjutnya Pada tahap ini juga perlu dijaga agar air tidak terakumulasi pada alur pengeluaran metanol.
Setelah reaksi selesai dan metanol telah dipisahkan, terbentuk dua produk utama, yaitu gliserol dan metil ester. Karena adanya perbedaan densitas (gliserol 10 lbs/gal dan metil ester 7,35 lbs/gal) maka keduanya dapat terpisah secara gravitasi. Gliserol terbentuk pada lapisan bawah sementara metil ester pada lapisan atas.  Gliserol yang dihasilkan mengandung katalis yang tidak terpakai dan sabun. Pemurnian gliserol dapat dilakukan dengan penambahan asam membentuk garam dan dialirkan ke tempat penyimpanan gliserol kotor. Gliserol yang diperoleh biasanya memiliki kemurnian sekitar 80 – 88 % dan dapat dijual sebagai gliserol kotor. Setelah dipisahkan dari gliserol, metil ester dicuci dengan air hangat untuk membuang residu katalis dan sabun, lalu dikeringkan dan dialirkan ke tempat penyimpanan. Metil ester yang dihasilkan biasanya mempunyai kemurnian 98 % dan siap dijual sebagai bahan bakar (biodiesel).
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
1. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
2. Pengadukan
  Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai dengan persamaan Archenius :
k = A e(-Ea/RT)
dimana, T = Suhu absolut ( ºC)
              R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)   
              E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
             A = Faktor tumbukan (t-1)
             k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)
Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi. Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak-katalis-metanol merupakan larutan yang immiscible.
3. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1 - 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi.
4. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.
2.5  Sifat Fisik Biodiesel
Tabel. 2.1.  Sifat Fisik Biodiesel
No.
Parameter
Value
Palm Biodiesel
Jatropha Biodiesel
Solar
1.
Density, g/ml (15°)
0.868
0.879
0.83
2.
Kinematik Viscoity (Cst) (40°C)
5.3
4.84
5.2
3.
Cloud Point (°C)
16
5
18
4.
Flash Point (°C)
174
191
70
5.
Calorific Value, LHV (MJ/kg)
37-38
37-38
41
6.
Sulfur content (%-w)
< 50 ppm
< 50 ppm
Max 0.5
7.
Cetane Number
62
51
42
8.
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g)
209.7
198
NA
9.
Iodine Value (mg I2/g)
45-62
95-107
NA
2.6  Macam-macam katalis yang digunakan
Sesuai dengan fungsinya, katalis dimanfaatkan untuk mempercepat suatu reaksi, ikut bereaksi tetapi tidak ikut terkonsumsi menjadi produk. Percobaan untuk menguji performa beberapa katalis telah dilakukan pada proses pembuatan Biodiesel dan disajikan pada Tabel di bawah ini. Tabel di bawah menunjukkan bahwa kandungan silika yang banyak bersifat tidak aktif pada reaksi metanolisis dan yang sangat aktif adalah katalis dengan kandungan senyawa komponen Kalsium dan Natrium. Senyawa dengan nilai 10 memberi arti  katalis mampu mengkonversi hingga 95%, tetapi pada kenyataannya katalis tersebut juga banyak sekali menghasilkan sabun.   
Tabel 2.2.   Katalis Metanolisis dan Produksi Metil Ester Asam-asam Lemak   Relatif Katalis Komposisi
Katalis
komposisi
Produksi metil ester asam lemak relatif
MgO
9,8 % MgO
-
SiO2
93% SiO2 ; 3 % Al2O3
-
CaO
7% CaO ; 72% Al2O3
-
CaO.MgO
9,22%  CaO ; 91% MgO
10
CaO. Al2O3
14,8% CaO ; 85,2%Al2O3
-
CaO.SiO2
12,6% CaO ; 87,4%SiO2
-
CaO bubuk
3
CaO.MgO. Al2O3
6,34% CaO ; 5,64% MgO ; 86% Al2O3
0,5
K2CO3.MgO
4,76% K2CO3 ; 95,2% MgO
5
K2CO3.Al2O3
14,2% K2CO3 ;85% Al2O3
4
K2CO3 bubuk
6
Na2CO3 bubuk
0,8
Fe2O3.MgO
2,73% Fe2O3 .SiO2O; 97,3% MgO
-
CH3ONa.SiO2
1,5% - 3,6% CH3ONa ; 98,5% - 96,5% SiO2
2
Sumber : Peterson dan Scarrah, 1984 (dikutip dari Zahrina, 2000)
Katalis-katalis dengan komponen Kalsium dan Magnesium kurang baik digunakan sebagai katalis karena cendrung membentuk sabun (memiliki sifat ganda).  Senyawa yang mengikat komponen Si, Mg dan Al cendrung berfungsi sebagai penyangga katalis.  Katalis Logam seperti Cu dan Sn pada reaksi metanolisis tidak ditemukan hasil berupa metil ester. Katalis yang bersumber dari limbah  seperti janjang sawit dan limbah sekam padi juga dapat digunakan sebagai katalis. Sekam padi mengandung senyawa dengan komponen K dan Na, janjang sawit banyak mengandung komponen K yang baik sebagai katalis.
2.7 Metil Ester Asam Lemak Sebagai Komponen Biodiesel
Metil ester asam lemak memiliki rumus molekul Cn-1H2(n-r)-1CO–OCH3 dengan nilai n yang umum adalah angka genap antara 8 sampai dengan 24 dan nilai r yang umum 0, 1, 2, atau 3. Beberapa metil ester asam lemak yang dikenal adalah :
1.      Metil stearat,      C17H35COOCH3 [n = 18 ; r = 0]
2.       Metil palmitat,     C15H31COOCH3 [n = 16 ; r = 0]
3.       Metil laurat,         C11H23COOCH3 [n = 12 ; r = 0]
4.       Metil oleat,          C17H33COOCH3 [n = 18 ; r = 1]
5.       Metil linoleat,     C17H31COOCH3 [n = 18 ; r = 2]
6.       Metil linolenat,     C17H29COOCH3  [n = 18 ; r = 3] 
Kelebihan metil ester asam lemak dibanding asam-asam lemak lainnya :
1.      Ester dapat diproduksi pada suhu reaksi yang lebih rendah.
2.      Gliserol yang dihasilkan dari metanolisis adalah bebas air.
3.      Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding dengan lemak lainnya karena titik didihnya lebih rendah. 
4.      Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon steel dengan biaya lebih rendah daripada asam lemak yang memerlukan peralatan stainless steel. 
Metil ester asam lemak tak jenuh memiliki bilangan setana yang lebih kecil dibanding metil ester asam lemak jenuh (r = 0). Meningkatnya jumlah ikatan rangkap suatu metil ester asam lemak akan menyebabkan penurunan bilangan setana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk komponen biodiesel lebih dikehendaki metil ester asam lemak jenuh seperti yang terdapat dalam fraksi stearin minyak sawit.
 2.8  Minyak Nabati Sebagai Komponen Biodiesel
Industri pengolahan minyak sawit menghasilkan fraksi olein dan stearin. Fraksi olein lebih baik digunakan untuk pembuatan minyak goreng, karena asam lemak tak jenuh yang terkandung di dalamnya lebih mudah dihancurkan di dalam tubuh. Fraksi stearin biasanya digunakan sebagai bahan baku pada pabrik oleokimia dan untuk diekspor. Akan tetapi, saat ini ekspor stearin mendapat saingan dari negara lain yang juga penghasil kelapa sawit seperti Malaysia. Akibatnya, fraksi stearin akan terus berlimpah karena produksi oleokimia dalam negeri sampai kini juga masih sangat sedikit dibanding produksi bahan baku yang terus meningkat.
Stearin memiliki asam lemak jenuh yang lebih banyak daripada fraksi olein, karena itu fraksi stearin memiliki bilangan setana lebih besar. Kedua alasan di atas menjadikan fraksi stearin sebagai sumber yang tepat untuk dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel .



BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1. Alat
1)      Reaktor Serbaguna
2)      Beaker Glass
3)      Hot Plate Stirer
4)      Termometer
5)      Corong Pemisah
6)      PH Meter
3.2. Bahan
1)      Minyak Kelapa Murni
2)      KOH
3)      Metanol
3.3. Cara Kerja
1)      Minyak  Kelapa murni dicampurkan dengan pelarut methanol sebanyak 16,3 % dari massa minyak kelapa, dan KOH sebanyak 3,5 g untuk setiap liter minyak kelapa.
2)      Campurkan minyak kelapa, methanol dan KOH diaduk dengan menggunakan hot plate stirrer dengan kecepatan pedadukan 450-500 rpm dan temperature 50-70oC selama 1-2 jam
3)      Setelah mencapai waktu yang ditentukan, dilakukan proses pengendapan (settling) untuk memisahkan antara lapisan metil ester dengan gliserol. Metil Ester akan terdapat pada lapisan atas dan gliserol terdapat pada lapisan bawah. Metil ester yang telah dipisahkan akan di transesterifikasi II.
4)      Metil ester dicampur dengan pelarut methanol dan KOH yang pemakaiannya tergantung kepada hasil pada transesterifikasi 1. Campuran ini diaduk dengan menggunakan hot plate stirrer dengan kecepatan pengadukan 450-500 rpm dan temperature 50-70 oC selama 1-2 jam (proses transesterifikasi II)
5)      Setelah mencapai waktu yang ditentukan kembali dilakukan proses pengendapan untuk memisahkan metal ester dengan gliserol
6)      Metil ester yang telah dipisahkan selanjutnya dicuci menggunakan air panas pada temperature 55oC Proses pencucian dilakukan hingga pH 6,8-7,2
7)      Metil ester yang telah dicuci dipanaskan dengan temperature 110-130 selama 10 menit
8)      Metil ester selanjutnya disaring menggunakan kertas saring
9)      Hitung rendemen, kadar air minyak biodiesel, gliserol yang dihasilkan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  HASIL
Hasil yang didapatkan dari praktikum, yaitu :
1.      Rendemen yang dihasilkan             :    87,16 %
2.      Kadar air biodisel                            :    9,91 %
3.      Gliserol yang dihasilkan                  :    5,9318 gram
4.2  PEMBAHASAN
1.      Pengaruh temperatur terhadap rendemen
Dari praktikum yang dilakukan dengan temperatur 60 0C didapatkan rendemen yang tinggi yaitu 87,16%, dibandingkan dengan rendemen yang dihasilkan dengan menggunakan suhu proses kurang dari 60 0C yaitu 50 0C yang dilakukan, bahkan dengan suhu 50 0C tidak ada biodisel yang dihasilkan ini berarti temperatur 60 0C merupakan temperatur optimal untuk pembuatan biodisel.
2.      Pengaruh waktu transesterifikasi terhadap rendemen
Dari praktikum yang telah dilakukan tidak dapat dibandingkan secara jelas waktu proses karena waktu yang digunakan hanya satu jam. Namun dari rendemen yang dihasilkan, yaitu 87,16 % dan dengan waktu proses satu jam dapat disimpulkan bahwa waktu yang satu jam tersebut merupakan waktu optimum dalam pembuatan biodisel.
3.      Pengaruh pengadukan saat pemanasan dan pengocokan saat pencucian terhadap hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan , pengadukan saat pemanasan selama satu jam dan dengan pengocokan saat pencucian dengan aquadest sangat mempengaruhi hasil biodisel yang dihasilkan. Untuk hasil yang baik pada proses pemanasan sebaiknya dilakukan pengadukan dan pada saat pengocokan pada pencucian dengan aquadest dilakukan pengadukan dan pada saat pengocokan pada pencucian dengan aquadest dilakukan dengan cara yang benar, sehingga biodisel yang dihasilkan dapat terpisah dengan sempurna dengan aquadest.
 BAB V
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan diperoleh data dan kemudian diolah, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Rendemen yang dihasilkan 87,16 % dengan kadar air 9,91 % dan gliserol yang dihasilkan 5,9318 gram.
2.      Dengan menggunakan temperatur 60 0C dan lama waktu proses selama satu jam sehingga didapatkan rendemen biodisel yang tinggi.